Minggu, 10 Mei 2009

Kuliah Pengantar Ekonomi Makro

Pada hakikatnya, penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam suatu perekonomian. Kita telah mengenal kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang bertujuan untuk mengatur penawaran uang / mengatur jumlah uang yang beredar. Jadi penawaran uang merupakan tugas pemerintah melalui bank sentral (Bank Indonesia). Kurva penawaran uang pada umumnya memiliki slope positif. Seperti halnya kurva permintaan uang, jumlah uang yang beredar juga dipengaruhi oleh tingkat bunga.

Faktor-faktor yang mempengruhi pergeseran kurva penawaran uang, adalah:Tingkat Bunga, Merupakan faktor utama yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Jika tingkat bunga terlalu tinggi, dunia usaha akan lesu- Tingkat Inflasi, Inflasi yang tinggi dapat melumpuhkan perekonomian. Daya beli masyarakat menjadi rendah dan perusahaan tidak dapat menjual barang dan jasa yang ditawarkannya. Tingkat Produksi dan Pendapatan Nasional, Bila tingkat produksi dan pendapatan nasional rendah, pemerintah mungkin akan memperbanyak jumlah uang yang beredar. Dengan tujuan untuk menggairahkan dunia perbankan dan dunia usaha (melalui peningkatan suku bunga dan peningkatan harga).
Kondisi Kesehatan Dunia Perbankan, Setiap bank diharuskan memiliki cadangan uang yang cukup untuk menjaga dana nasabah agar tetap aman. Bank Indonesia menetapkan tingkat sadangan tertentu, yang sekaligus menjadi pengukur kesehatan bank. Nilai Tukar Rupiah, Jika nilai tukar rupiah menurun, pemerintah akan menurunkan jumlah rupiah yang beredar, sehingga sesuai hukum keseimbangan permintaan dan penawaran. Tingkat bunga akan naik dan nilai rupiah pun terangkat.

Jawablah pertanyaan berikut ini
1. Jelaskan tentang pendapatan nasional?
2. Jelaskan tentang keseimbangan di pasar barang dan pasar uang?
3. Sebutkan dan jelaskan tentang kebijakan moneter dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi?

jawab pertanyaan tersebut disertai dengan nama, nim dan kelas anda

Minggu, 03 Mei 2009

MANAJEMEN BANK
Pengertian Bank dari berbagai sudut pandang. Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai:
Lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut kemasyarakat serta memberikan jasa Bank lainnya.

Bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran system pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka keberadaan Bank yang sehat baik secara individu maupun keseluruahan sebagai suatu system, merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian yang sehat.

Pengertian Bank menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan adalah:
Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkantaraf hidup rakyat banyak.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan utama yaitu:
Menghimpun Dana, maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana (uang) dengan cara membeli dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Kegiatan penghimpunan dana ini sering disebut dengan istilah funding.Contoh dari kegiatan menghimpun dana adalah: Giro, Tabungan, Deposito Berjangka.

Menyalurkan Dana, maksudnya adalah melemparkan kembali dana yang diperoleh lewat simpanan giro, tabungan dan deposito kemasyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit) bagi Bank yang berdasarkan prinsip konvensional atau pembiayaan bagi Bank yang berdasarkan Prinsip syariah. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal dengan istilah Lending.

Memberikan Jasa Bank lainnya.Jasa-jasa ini diberikan terutama untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Jasa-jasa ini bisa berupa menerima setoran-setoran seperti pembayaran pajak dan pembayaran uang kuliah, dalam pasar modal, perbankan dapat memberikan atau menjadi penjamin emisi, perantara perdagangan efek dan penaggung ( Guarantor ), kemudian dapat juga memberikan jasa transfer, Inkaso(Collection),Kliring (Clearing), Letter of credit (L/C),Transfer, Jasa Penitipan dsb.

Fungsi Bank dalam perekonomian
Bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yang menjembatani kepentingan pihak yang kelebihan dana( kreditur ) dan pihak yang membutuhkan dana (debitur ). Berdasarkan fungsinya ini bank disebut sebagai lembaga intermediasi atau lembaga perantara. Fungsi intermediasi baru dapat berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak tersebut memiliki kepercayaan terhadap Bank. Bank sebagai lembaga intermediasi merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, baik berupa investasi maupun produksi, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selain sebagai lembaga intermediasi bank juga memberikan pelayanan dalam lalu lintas pembayaran. Dengan adanya bank, maka berbagai cara pembayaran dapat berjalan dengan lebih lancar. Masyarakat dapat melakukan berbagai pembayaran melalui bank, baik secara tunai maupun non tunai (sepert cek, giro, transfer, kliring, anjungan tunai mandiri / ATM, dan kartu kredit ).Dengan system pembayaran yang efisien, aman dan lancer, perekonomian dapat berjalan lancar. Salah satu kebijakan perbankan adalah dimaksudkan untuk menjaga keamanan dan kelancaran lalu lintas pembayaran. Apabila lalu lintas pembayaran tersebut tidaktidak aman dan lancer, maka dapat dipastikan bahwa kegiatan perekonomian akan mengalami berbagai hambatan dan memerlukan biaya yang lebih tinggi.

Selain memiliki kedua fungsi diatas, bank juga berfungsi sebagai media dalam mentransmisikan kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain dilakukan dengan cara mengendalikan jumlah uang beredar.

Kedudukan Perbankan dalam Sistem Perekonomian
Sistem perbankan dapat diartikan sebagai kumpulan dari lembaga, kegiatan usaha, serta cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha yang memungkinkan bank melaksanakan fungsinya dengan baik. Dengan demikian, system perbankan tidak hanya teerdiri dari bank sebagai lembaga, tetapi antara lain juga termasuk di dalamnya pasar uang antar Bank, instrument-instrumen bank yang digunaka, produk-produk yang dihasilkan, berbagai ketentuandan aturan main, serta interaksi antara berbagai unsur tersebut. System perbankan di satu negara akan berbeda dengan system perbankan dinegara lainnya.

Pengaturan Bank yang efektif
Pengawasan terhadap suatu bank pada dasarnya menjadi tanggung jawab pengurus bank yang bersangkutan. Pihak eksternal sebenarnya hanya mendukung dan melengkapi pengawasan yang dilakukan pengurus bank. Pihak di luar bank, misalnya, pasar dapat menambahkan disiplin ( market discipline) terhadap pengawasan yang dilakukan dengan mendorong pengurus bank yang bersangkutan keluar dari pasar. Pengaturan terhadap bank dilakukan dengan membuat berbagai ketentuan untuk mengatur keberadaan dan seluruh kegiatan operasional bank. Peraturan atau ketentuan tersebut sering disebut dengan banking prudential principles atau pengaturan tentang prinsip-prinsip kehati-hatian pada bank.

Prudential banking regulation adalah pengaturan atau ketentuan tentang kehati-hatian pada bank, pada dasarnya berupa pengaturan tentang izin pendirian atau pembukaan bank baru dan cakupan kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ketenrtuan tentang pendirian suatu bank sangat diperlukan karena jumlah bank akan menentukan struktur pasar dan persaingan dalam system perbankan dinegara bersangkutan. izin pendirian bank yang sangat liberal dapat meningkatkan persaingan dan dalam jangka pendek akan menguntungkan nasabah bank. Tetapi apabila bank-bank tersebut modalnya tidak cukup besar dan dikelola secara tidak baik, maka bank-bank tersebut dapat dipastikan akan menimbulkan masalah.

Pengaturan perizinan sebaiknya tidak diarahkan untuk memberikan proteksi terhadap bank-bank yang sudah ada, tetapi diarahkan agar bank-bank dapat beroprasi secara efisien dan sehat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain harus mengatur masalah izin pembukaan bank baru. Otoritas juga harus mengatur kegiatan operasional suatu bank, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Pengaturan tentang prinsip kehati-hatian harus dapat meyakinkan bahwa pemilik dan pengelola bank adalah orang yang fit dan proper atau kompeten dan mempunyai integritas dan tanggung jawab yang tinggi. Otoritas pengawas sebaiknya melakukan fit and proper test terhadap pengurus bank. Pengaturan bank juga harus secara jelas mengatur peran dan tanggung jawab pemilik dan pengelola bank. Dengan pengurus bank yang fit and proper tersebut pengelolaan bank diharapkan akan menjadi lebih baik. Sebelum suatu bank diberi izin, pemilik mayoritas atau pemegang saham pengendali, direksi dan pimpinan bank harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari otoritas pengawas.

Penentuan nilai tingkat suku bunga
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan ) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman ).

Dalam kegiatan perbankan dalam sehari-hari ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabah yaitu:
1. Bunga simpanan
Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya . Sebagai contoh jasa giro , bunga tabungan dan bunga deposito .

2. Bunga pinjaman
Adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank . Sebagai contoh bunga kredit.


Faktor-faktor yan mempengaruhi suku bunga
Seperti dijelaskan diatas bahwa untuk menentukan tingkat suku bunga simpanan dan pinjaman sanagt dipengaruhi oleh keduanya , artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling mempengaruhi disamping faktor-faktor lainnya .
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kebutuhan dana
Apabila bank kekurangan dana , sementara pemohon pinjaman meningkat , maka yang dilakukan oleh bank adalah meningkatkan suku bunga simpanan . Peningkatan bunga simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan suku bunga pinjaman . Namun apabila dana yang ada simpanan banyak sementara permohonan simpanan sedikit maka bunga simpanan akan turun .

2. Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan , maka disamping faktor promosi , yang
paling utama pihak perbankkan harus memperhatikan pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16 % maka, jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga pinjaman kita naikan diatas bunga pesaing misalnya 16 % . Namun sebaliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada dibawah bunga pesaing .

3. Kebijaksanaan pemerintah .
Dalam arti baik dalam bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita tidak boleh melebihi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah .

4. target laba yang diinginkan
Sesuai dengan target laba yanag diinginkan , jika laba yang diinginkan besar (spread) maka bunga pinjaman ikut besar dan sebaliknya .

5. Jangka waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman , maka akan semakin tinggi bunganya , hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa mendatang . Demikian pula juga sebaliknya jika pinjaman berjangka pendek , maka bunganya relatif lebih rendah

6. Kualitas jaminan
Semakin likuid jaminan yang diberikan , maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya .Sebagai contoh jaminan sertifikat deposito berbeda dengan jaminan sertifikat tanah . Alasan utama perbedaan ini adalah dalam hal pencairan jaminan apabila kredit diberikan bermasalah . Bagi jaminan yang likuid seperti sertifikat deposito atau rekening giro yang akan dibekukan akan lebih mudah untuk dicairkan jika dibandingkan dengan jaminan tanah.

7. Reputasi perusahaan
Bonafidinitas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya , Karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan resiko kredit macet dimasa akan mendatang relatif kecil dan sebaliknya .

8. Produk yang kompetitif
Maksudnya adalah produk yang dibiayai tersebut laku dipasaran . Untuk produk yang kompetitif , bunga yang relatif diberikan rendah jika yang dibandingkan dengan produk yang kompetitif .

9. Hubungan baik
Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utaama ( primer) dan nasabah biasa ( sekunder) . Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan secara loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank . Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank , sehingga dalam menentukan suku bunganyapun berbeda dengan nasabah biasa .

10. Jaminan pihak ketiga
Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada penerima kredit . Biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid , baik dari segi kemampuan membayar , nama baik maupun loyaliatasnya terhadap bank , maka bunga yang dibebankanpun juga berbeda . Demikian pula sebaliknya jika penjamin pihak ketiganya kurang bonafid atau tidak dapat dipercaya , maka mungkin tidak dapat digunakan sebagai jaminan pihak ketiga oleh pihak perbankkan .


Komponen-komponen Dalam Menentukan Bunga Kredit
Komponen-koponen dalam menentukan suku bungna kredit antara lain :
a. Total Biaya dana
Tergantung seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana melalui produk simpanan. Semakin besar/mahal bunga yang dibebankan, maka semakin tinggi pula biaya dananya.
b. Laba yang diinginkan
Dalam hal ini biasanya bank melihat kondisi pesaing juga melihat kondisi nasabah apakah nasabah utama atau bukan dan juga melihat sektor-sektor yang dibiayai.
c. Cadangan resiko kredit macet
Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang diberikan, karena setiap kredit yang diberikan pasti mengandung suatu resiko tidak terbayar. Oleh karena itu pihak bank perlu mencadangkannys sebagai sikap bersiaa menghadapinya.
d. Biaya operasi
Merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan oprasinya . Biaya ini terdiri dari biaya gaji, biaya administrasi , , biaya pemeliharaan dan biaya lain-lain.
e. Pajak .
Yaitu pajak yang dibebankan pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya .

D. Jenis-jenis pembebanan suku bunga kredit
Pembebanan besarnya suku bunga kredit dibebankan kepada jenis kreditnya. Pembebanan disini maksudnya metode perhitungan yang akan digunakan , sehingga mempengaruhi jumlah bunga yang dibayar . Jumlah bunga yang dibayar akan mempengaruhi jumlah ansuran perbulannya , dimana jumlah ansurannya terdiri dari hutang / pinjaman pokok dan bunga .

Metode pembebanan bunga yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Sliding rate
Pembebanan bunga setiap bulan dihitung dari sisa pinjamanya , sehingga junlah bunga yang dibayar nasabah setiap bulan menurun dengan seiring menurunnya pokok pinjaman , Akan tetapi pembayaran pokok pinjaman setiap bulan sama . Cicilan nasabah (pokok pinjaman ditambah bunga ) otomayis dari bulan kebulan semakin menurun . Jenis sliding rate ini biasanaya diberikan kepada sector produkstif , dengan maksud sinasabah merasa tidak terbebani.

2. Flat rate
Pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah pinjamanya , demikian pula pokok pinjaman setiap bulan juga dibayar sama , sehingga cicilan setiap bulan sama sampaikredit tersebut lunas . Jenis flate rate ini diberikan kepada kredit yang bersifat konsumtif seperti pembelian rumah tinggal , pembelian mobil pribadi atau kredit konsumtif.

3. Floating rate
Jenis ini membebankan bunga dikaitkan dengan bunga yang ada dipasar uang , sehingga bunga yang dibayar setiap bulan sanagt tergantung pada bunga pasar uang pada bulan tersebut. Jumlah bunga yang dibayarkan dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari bulan yang bersangkutan . Pada akhirnya hal ini juga berpengaruh terhadap cicilannya setiap bulan .


Tinjauan atas Kerangka Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Kestabilan harga versus pertumbuhan ekonomi
Peran bank Indonesia sebagai bank sentral dalam konteks pengelolaan perekonomian secara makro, lebih difokuskan pada menjaga kestabilan harga. Secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpendapatan tetap. Inflasi yang tinggi sering diketegorikan sebagai musuh utama masyarakat, karena dapat menggerogoti daya beli dari pendapatan yang diperoleh masyarakat. Bagi kalangan dunia usaha, inflasi yang tinggi akan sangat menyulitkan kalkulasi perencanaan bisnis dan akan berdampak buruk bagi aktivitas perekonomian jangka panjang.
Dari sudut pandang bank sentral, rasionalitas utama dari penerapan single objective kestabilan harga didasarkan pada relevansi sasaran tersebut sebagai tujuan kebijakan moneter. Dalam jangka panjang, kebijakan yang dapat dilakukan oleh suatu bank sentral melalui sisi permintaan, hanya dapat memengaruhi nilai nominal uang. Sedangkan aktivitas riil perekonomian ditentukan di sector riil.
Pemerintah lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi, khususnya di Indonesia, lebih didorong oleh tingkat konsumsi masyarakat. Dengan demikian, bisa memberikan tantangan tersendiri bagi bank Indonesia dalam menjaga kestabilan harga dan bagaimana pencapaian target inflasi yang ditetapkan.

Inflation Targeting sebagai Kerangka Kebijakan Moneter
Jika sebelum krisis kebijakan moneter diarahkan untuk merealisasikan beberapa tujuan, seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, stabilitas harga dan tujuan-tujuan pembangunan yang lebih luas, maka kebijakan moneter saat ini hanya memiliki satu tujuan, yaitu menjaga dan mewujudkan tingkat inflasi yang rendah atau sering juga disebut sebagai kebijakan moneter dengan sasaran tunggal (inflasi). Dalam terminology ekonomi moneter, kerangka kerja kebijakan yang didasarkan pada pencapaian suatu target inflasi yang diumumkan kepada publik secara eksplisit disebut sebagai inflation targeting framework. Dalam hal ini, target inflasi dapat menentukan respons kebijakan yang akan diambil oleh suatu bank sentral.
Secara teoritis, menempatkan inflasi sebagai anchor kebijakan moneter memberikan manfaat diantaranya:
i. mudah dipahami oleh masyarakat, karena masyrakat hanya akan melihat ukuran keberhasilannya pada pencapaian laju inflasi
ii. dapat menciptakan ekspektasi yang rendah terhadap inflasi sehingga dapat menghasilkan tingkat inflasi actual sesuai yang diinginkan
iii. dapat menghidari kemungkinan munculnya kebijakan yang dapat menimbulkan deviasi terhadap pencapaian target inflasi.

Inflasi merupakan outcome dari interaksi antara permintaan agregat dan penawaran agregat. Jika terjadi ketimpangan antara permintaan agregat dengan penawaran agregat akan mempengaruhi tingkat inflasi. Dilihat dari aspek moneter, dalam hal ini lebih dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia, ternyata hanya memengaruhi sisi permintaan. Sementara penawaran agregat lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi sector riil yang terjadi. Sementara di sisi lain, terdapat kemungkinan dilemma terutama antara pertimbangan kepentingan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan laju inflasi yang rendah. Dalam kondisi ekonomi yang sedang krisis, tentunya pemerintah akan menempuh kebijakan yang cenderung ekspansif, guna mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang cepat.

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Pembahasan mengenai kerangka kebijakan moneter yang paling sesuai untuk suatu perekonomian tidak terlepas dari pemahaman tentang berlakunya mekanisme transmisi kebijakan moneter. Secara teoritis, kebijakan moneter akan mempengaruhi perekonomian melalui empat alternative jalur mekanisme transmisi berikut:
1. Jalur suku bunga (Keynesian) berpendapat bahwa pengetatan moneter akan mengurangi jumlah uang beredar dan mendorong peningkatan suku bunga jangka pendek.
2. Jalur nilai tukar berpandangan bahwa pergerakan nilai tukar paling berpengaruh bagi perekonomian terbuka, dengan system nilai tukar fleksibel.
3. Jalur harga asset (monetarist) berpandangan bahwa pengetatan moneter akan mengubah komposisi portofolio para pelaku ekonomi sesuai dengan ekspektasi balas jasa dan risiko masing-masing asset.
4. Jalur kredit berpendapat bahwa kebijakan moneter akan memengaruhi kegiatan ekonomi melalui perubahan perilaku perbankan dalam pemerian kredit kepada nasabah.

Dari realitas yang ada berbagai perubahan mendasar yang terjadi dalam perekonomian Indonesia telah menyebabkan efektifitas kebijakan moneter kurang efektif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara uamg beredar, laju inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi menjadi semakin lemah sejak reformasi keuangan di Indonesia. Bahkan yang terjadi sebaliknya jumlah uang yang beredar sangat dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan ekonomi sehingga seakan-akan merupakan arus balik yang sangat kuat memengaruhi perkembangan uang primer. Dengan demikian, paradigma lama yang menyatakan bahwa jumlah atau kuantitas uang beredar dapat dikendalikan sepenuhnya oleh otoritas moneter menjadi tidak berlaku.
Meskipun masih menggunakan based money sebagai jangkar operasi pengendalian moneter, Bank Indonesia tetap memperhatikan pula perkembangan suku bunga yang sinyalnya lebih ditangkap oleh pasar.dalam konteks itu, untuk mendukung proses pemulihan ekonomi, hal itu perlu dikembalikan kepada tujuan akhir Bank Indonesia, yaitu pencapaian target inflasi dan kerangka kebijakan moneter yang saat ini digunakan.

Implikasi Kebijakan Moneter
1. Pertumbuhan Ekonomi
Dari sisi permintaan, sumber utama pertumbuhan ekonomi masih akan banyak ditopang oleh kegiatan konsumsi. Sementara itu, mengingat kondisi global yang belum terlalu kondusif, pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan belum mengalami peningkatan yang cukup berarti. Sementara dari sisi penawaran, seluruh factor ekonomi diperkirakan akan mengalami peningkatan kegiatan yang positif. Peningkatan tersebut didorong oleh kontribusi pertumbuhan sector industri pengolahan, perdagangan, hotel, dan lain sebagainya.

2. Laju Inflasi
Di bidang inflasi, meskipun mengalami tekanan permintaan, secara umum perkembangannya sudah mulai menunjukkan kecenderungan tekanan harga yang tidak terlalu tinggi.

3. Suku Bunga
Seiring dengan membaiknya indikator-indikator ekonomi dan moneter, terutama berkurangnya tekanan inflasi dan nilai tukar relative stabil dlam negeri berdampak positif terhadap suku bunga. Variabel suku bunga instrumen meneter (SBI tiga bulan) cenderung turun. Penurunan yang terjadi tidak serta merta menurunkan suku bunga pinjaman perbankan.

4. Uang Primer
Dalam pengendalian moneter, Bank Indonesia memiliki sasaran operasional, yaitu mempertahankan level uang primer agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian dan konsisten dengan pencapaian target inflasi.
Dilihat dari komponennya, secara garis besar peningkatan uang primer tersebut disebabkan oleh dua faktor, yakni(i) naiknya uang kartal seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat sebagai akibat tingginya factor musiman dan (ii) ekspansi keuangan pemerintah.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan tersebut berikan pendapat anda tentang hal-hal berikut:
1. Bagaimana manajemen sebuah bank berikan contoh riil dari disertai dengan data pendukungnya
2. Jelaskan tentang peran perbankan sebagai bagian dari sistem moneter indonesia
3. Berikan pemaparan anda tentang lembaga keuangan disertai dengan pendapat beberapa pakar sekurang-kurangnya 5 pakar di antaranya 2 pakar asing.
Jawab pertanyaan tersebut dengan mencantumkan nama anda

Selasa, 28 April 2009

Kuliah Teori Ekonomi Mikro

1. Elastisitas permintaan menggambarkan persentase perubahan jumlah barang yang diminta karena perubahan harga. Jenis elastisitas ini yaitu permintaan in elastis sempurna jika nilai elastisitas sama dengan nol, permintaan in elastis jika nilai elastisitasnya kurang dari satu, permintaan elastisitas uniter jika nilai elastisitasnya sama dengan satu, permintaan elastis jika nilai elastisitasnya lebih besar daripada satu dan permintaan elastisitas sempurna jika nilai elastisitasnya tak terhingga. Coba jelaskan tentang jenis-jenis elastisitas, dan berikanlah contoh kasusnya.

2. Dalam perilaku konsumen ada dua pendekatan pengukurannya yaitu teori ordinal dan teori kardinal, coba jelaskan berikut contoh kasusnya

3. Jelaskan tentang efek subtitusi dan pendapatan.

selesaikanlah tiga kasus tersebut dan jangan lupa menulis nama dan NIM anda serta kelasnya

Senin, 27 April 2009

Structure Equation Modelling

Structural Equation Modeling (SEM)
Model persamaan struktural (structural equation modeling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate (Bagozzi dan Fornell 1982) yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.
Selain itu menurut Bollen (1989), SEM juga dapat menguji secara bersama-sama :
1. Model struktural. Yaitu hubungan antara variabel laten baik variabel laten endogen maupun eksogen.
2. Model measurement. Yaitu hubungan (nilai loading) antar indikator dengan variabel latennya.
Dengan adanya pengujian model struktural dan pengukuran memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Structural Equation Modeling dan melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis. Proses Structural Equation Modeling mencakup beberapa langkah yang harus dilakukan antaranya adalah :


1 . Konseptualisasi Model
Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis berdasarkan teori sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya. Teori dalam konseptualisasi model bukan hanya berasal dari para akademisi, tetapi juga dapat berasal pengalaman dan praktek yang diperoleh dari para praktisi. Selain itu konseptualisasi model juga harus merefleksikan pengukuran variabel laten melalui berbagai indikator yang dapat diukur.
2. Penyusunan Diagram Jalur
Tahap ini akan memudahkan kita dalam memvisualisasikan hipotesis yang telah diajukan dalam konseptualisasi model. Path diagram merupakan representasi grafis mengenai bagaimana beberapa variabel pada suatu model berhubungan satu sama lain, yang memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model
3. Spesifikasi Model
Tahap ketiga ini memungkinkan kita untuk menggambarkan sifat dan jumlah parameter yang diestimasi
4. Identifikasi Model
Informasi yang diperoleh dari data yang diuji untuk menentukan apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model, disini kita dapat memperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data yang telah kita peroleh.
Untuk menentukan apakah model kita mengandung atau tidak masalah identifikasi, maka harus dipenuhi keadaan berikut :
t < s/2
dimana :
t : jumlah parameter yang diestimasi
s : jumlah varians dan kovarians antara variable manifest
(observed/manifest) : yang merupakan (p+q) (p+q+1)
p : jumlah variabel y (indikator variabel endogen)
q : jumlah variabel x (indikator variabel eksogen)
Jika t > 2, maka model tersebut adalah unidentified. Masalah ini dapat terjadi pada SEM, dimana informasi yang terdapat pada data empiris (varians dan kovarians variabel manifest) tidak cukup untuk menghasilkan solusi yang unik untuk memperoleh parameter model. Masalah unidentifest tersebut dapat diatasi dengan mengkonstraint model dengan cara menambah indikator (variabel manifest) ke dalam model, menentukan (fix) parameter tambahan menjadi 0 dan mengasumsikan bahwa parameter yang satu dengan parameter yang lain sama.

Jika t = s/2, maka model disebut just-identified, sehingga solusi yang unik, tunggal, dapat diestimasi untuk megestimasi parameter. Model yang just-identified, seluruh informasi yang tersedia telah digunakan untuk mengestimasi parameter, sehinggga tidak ada informasi yang tersisa untuk menguji model ( derajat kepercayaan adalah 0).
Jika t < s/2, maka model tersebut adalah over-identified. Dalam hal ini lebih dari satu estimasi masing-masing dapat diperoleh (karena jumlah persamaan yang tersedia melebihi jumlah parameter yang diestimasi).
5. Estimasi Parameter
Tahap ini, kita melakukan pengujian signifikansi yaitu menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. Estimasi parameter dalam LISREL mempunyai tiga informasi yang berguna yaitu koefisien regresi standar error dan nilai t. Standar error yang digunakan untuk mengukur ketepatan dari setiap estimasi parameter. Untuk mengetahui signifikan tidaknya hubungan antara variabel laten maupun antara variabel laten dengan indikatornya, maka nilai t harus lebih besar dari nilai t-tabel pada level tertentu yang tergantung dari ukuran sampel dan level signifikan tersebut.
6. Penilaian Model Fit
Ø Uji Keseluruhan
Salah satu tujuan dari Structural Equation Modeling adalah menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apaabila memiliki model fit yang baik pula.
Tingkat kesesuaian model secara keseluruhan terdiri dari:

· Absolute Fit Measures
Absolut fit Measures digunakan untuk memiliki kesesuaian model secara keseluruhan (baik model pengukuran maupun model struktural), tanpa menyesuaikan kepada degree of freedom-nya. Indikator-indikator dalam absolut fit Measures adalah sebagai berikut:
a. Chi-Square dan Probabilitas
Chi-square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai Chi-square sebesar nol menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Nilai chi-square yang signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan struktural equation modeling. Sedangkan probabilitas adalah untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar yang ditunjukkan oleh chi-square. Nilai probabilitas yang tidak signifikan (p≥0) adalah yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model.
Nilai probabilitas chi-square memiliki permasalahan yang fundamental dalam validitasnya. Menurut Cochran (1952) dalam Imam Ghozali (2005) probabilitas ini sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data dengan teori (model) sangat dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel. Jika ukuran sampel kecil, maka chi-square ini akan menunjukkan data secara signifikan tidak berbeda dengan model dan teori-teori yang mendasarinya. Sedangkan jika ukuran sampel adalah besar, maka uji chi-square akan menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan teori, meskipun perbedaan tersebut adalah sangat kecil
b. Goodness of Fit Indices (GFI)
Goodness of Fit Indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 dan 1. Menurut Diamantopaulus dan Siguaw (2000) dalam Imam Ghozali (2005), nilai GFI yang lebih besar dari 0,9 menunjukkan fit suatu model yang baik.
c. Adjusted Goodness of Fit Index
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah sama dengan GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degress of freedom pada suatu model. Model yang fit adalah yang memiliki nilai AGFI 0.9 (Diamantopaulus dan Sigauw (2000) dalam Imam Ghozali (2005),. Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah Parsimony goodness of fit indexs (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al (1989), yang juga telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005).
d. Root Mean Square Errors of Approximation (RMSEA)
Ukuran model fit telah lama diperkenalkan oleh Steiger dan Lind pada tahun 1980. Nilai RMSEA yang kurang daripada 0.05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan permasalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005). Sedangkan menurut Maccallum et.al (1996) dalam Imam Ghozali (2005) menyatakan bahwa model memiliki nilai yang cukup fit jika RMSEA berkisar 0.08 sampai dengan 0.1 dan jika RMSEA lebih besar dari 0.1 mengindikasikan model memiliki nilai fit yang jelek.
P-value for test of Close juga merupakan indikator yang menilai fit aatau tidaknya suatu model yang dapat dilihat dari kedekatannya terhadap model fit. Joreskog (1996) dalam Imam Ghozali (2005) menganjurkan bahwa P-value for test of Close (RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.5 sehingga mengindikasikan bahwa model adalah fit.
e. Normed Chi-Square (X2 /df)
Normed Chi-Square (X2 /df) merupakan indikator goodness of fit adalah rasio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom. Menurut Wheaton (1977) dalam Imam Ghozali (2005) cut-off model fit sebesar 5 dan sedikit lebih tinggi daripada yang dianjurkan oleh Carmines dan Melver (1981) dalam Imam Ghozali (2005) yaitu sebesar 2).
· Comparative Fit Measures
Comparative fit Measures berkaitan dengan pertanyaan seberapa baikkah kesesuaian model yang dibuat dibandingkan dengan beberapa model alternatif. Indikator-indikator dari comparative fit Measures dianataranya adalah:
a. Normed Fit Index (NFI)
Normed Fit Index (NFI) yang ditemukan oleh Bentler dan Bonetts (1980), merupakan salah satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, karena NFI memiliki tendensi untuk merendahkan fit dalam sampel yang kecil, sehingga merevisi index ini dengan nama Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0 dan 1. Tetapi suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar dari 0.9 (Bentler,1992).
b. Non-Normed Fit Index (NNFI)
Non-Normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) dalam Malla Bahagia (2008) menyatakan bahwa model dikatakan fit jika nilai NNFI 0.90.
c. Relative Fit Index (RFI)
Relative Fit Index (RFI) digunakan untuk mengukur fit dimana nilainya 0 sampai 1, nilai yang lebih besar menunjukkan adanya superior fit. Menurut Kelloway (1998) menyatakan bahwa model dikatakan fit jika nilai NNFI 0.90.
d. Comparative Fit Index (CFI)
Comparative Fit Index (CFI) suatu model dikatakan fit apabila memiliki Comparative Fit Index (CFI) lebih besar dari 0.90. (Bentler, 1992 dalam Imam Ghozali,205).
· Parsimonius Fit Measures
a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al. (1998) dalam Imam Ghozali (2005). PGFI telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6. (Byrne,1998 dalam Imam Ghozali, 2005). Lain halnya menurut Kelloway (1998) nilai PGFI berkisar antara 0-1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik.
b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI)
Menurut Kelloway (1998) nilai PNFI berkisar antara 0-1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik.


Ø Uji Individual Measurement Model
Bila Kecocokan model secara keseluruhan telah terpenuhi, selanjutnya adalah memperhatikan kecocokan measurement model untuk setiap model. Bila model telah memenuhi criteria yang ditetapkan pada uji keseluruhan, maka langkah selanjutnya menguji setiap construct secara terpisah , dengan Uji signifiakansi setiap indikator dengan uji – t, variabel indikator diaktakan signifikan apabila nilai t yang diperoleh minimal sebesar 1.96 untuk taraf α = 5%, dan 2.58 untuk taraf α = 1% .
Ø Uji Individual Struktural Model
Langkah selanjutnya adalah menguji structural model. Pada pengujian ini terdapat dual hal yang harus dilakukan , yaitu :
a. Uji koefisien gamma dan beta
Seperti halnya uji signifikansi untuk indikator, parameter Gamma atau Beta dikatakan diaktakan signifikan apabila nilai t yang diperoleh minimal sebesar 1.96 untuk taraf α = 5%, dan 2.58 untuk taraf α = 1% .
b. Uji keseluruhan structural model
Untuk menilai kebaikan dari keseluruhan structural model, perhatikanlah nilai Squared Multiple Correlation (R²). Semakin besar nilai tersebut semakin baik model yang dihasilkan.
7. Modifikai Model
Modifikasi model dilakukan jika hasil yang diperoleh tidak fit. Model yang tidak fit dapat dilihat dari beberapa indikator goodness of fit yang tidak menunjukan batas dan syarat tertentu misalkan nilai p yang lebih kecil dari 0.05 sehingga menunjukkan model tidak fit padahal model dikatakan fit apabila memiliki p yang tidak signifikan (lebih besar dari 0.05). dalam Lisrel, terdapat modification index yang merupakan salah satu alternatif terbaik untuk memodifikasi model. Namun harus diperhatikan juga bahwa segala modifikasi (walaupun sangat sedikit), harus berdasarkan teori yang mendukung.
Beberapa modifikasi model dapat dilakukan dengan cara :
1. Mengkorelasikan antara dua indikator.
2. Menambah hubungan (path) antara indikator dan variabel laten.
3. Merubah indikator dari suatu variabel.
Setelah melakukan modifikasi tersebut, maka yang seharusnya kita lakukan adalah mempertimbangkan dan mencari justifikasi teori yang kuat terhadap dilakukannya modifikasi tersebut.
8. Validasi Silang Model
Validasi silang model merupakan tahap terakhir dari analisis SEM yaitu menguji fit tidaknya model terhadap suatu data baru (validasi sub-sampel yang diperoleh melalui pemecahan sampel). Validasi silang ini penting apabila terdapat modifikasi yang substansial yang dilakukan terhadap model asli yang dilakukan pada tahap sebelumnya.